Kreativitas
anak
Thursday, 2
July 2009
Bila bakat kreatif tersebut tidak
dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat
terpendam, yang tidak dapat diwujudkan.
KREATIVITAS
ANAK
Oleh : Prima Dewi Gratia,
M.Pd
Usia dini adalah usia yang paling
kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian seseorang. Perolehan kesempatan untuk dapat mengoptimalkan
tugas-tugas perkembangan pada usia dini sangat menentukan keberhasilan
perkembangan anak selanjutnya.
Setiap orang pada dasarnya memiliki
bakat kreatif tanpa kecuali walaupun setiap orang berbeda dalam macam
bakat yang dimiliki serta derajat atau tingkat dimilikinya bakat
tersebut. Satu hal yang penting adalah bahwa ditinjau dari segi
pendidikan, bakat kreatif dapat ditingkatkan, dan karena itu perlu
dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif tersebut tidak dipupuk maka
bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat terpendam,
yang tidak dapat diwujudkan.
Untuk memahami kreativitas pada anak-anak, ada satu yang harus
membedakan kreativitas dari kecerdasan dan bakat. Ward (1974)
menyatakan tentang kreativitas anak-anak dapat dibedakan dari kemampuan
kognitif. Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa
komponen-komponen dari potensi kreatif dapat dibedakan dari kecerdasan
(Moran, 1983). Istilah ”gifted” sering digunakan untuk
menyatakan anak yang memiliki kecerdasan tinggi. Wallach (1970)
berpendapat bahwa ”kecerdasan dan kreativitas tidak terikat satu sama
lain, dan anak yang sangat kreatif bisa saja kecerdasannya tidak
tinggi”. Kreativitas tidak hanya di dalam musik, seni, atau penulisan,
tetapi juga di dalam ilmu pengetahuan, ilmu kemasyarakatan dan
bidang-bidang lain.
Untuk anak-anak, kreativitas difokuskan pada proses: pembuatan
gagasan-gagasan. Penerimaan orang dewasa dari banyaknya
gagasan-gagasan di dalam suasana yang tidak evaluatif akan
membantu anak-anak menghasilkan lebih banyak gagasan-gagasan atau
bergerak ke langkah yang berikutnya, evaluasi diri. Ketika anak-anak
mengembangkan kemampuan untuk evaluasi diri, mutu isu-isu dan pembuatan
produk-produk menjadi lebih penting. Penekanan pada usia ini adalah
menjelajah kemampuan-kemampuan mereka untuk menghasilkan dan
mengevaluasi hipotesis, dan meninjau kembali gagasan mereka yang
didasarkan pada evaluasi. Evaluasi oleh yang lain dan ukuran-ukuran
untuk produk-produk dengan sebenarnya penting hanya digunakan
anak remaja atau orang dewasa yang lebih tua.
BAGAIMANA ORANG DEWASA MENDORONG
KREATIVITAS?
1. Menyediakan lingkungan yang mengizinkan anak untuk menjelajah
dan bermain tanpa pengekangan-pengekangan yang tak pantas.
2. Menyesuaikan diri dengan gagasan-gagasan anak-anak.
3. Menerima gagasan-gagasan yang tidak biasa dari anak-anak,
pemecahan masalah divergen anak-anak
4. Mengggunakan pemecahan masalah kreatif di semua
bagian-bagian pelajaran. Gunakan masalah yang secara alami tentu saja
terjadi di hidup setiap hari
5. Memberikan waktu untuk anak menjelajah semua berbagai
kemungkinan, menggerakkan dari populer ke gagasan-gagasan lebih asli.
6. Menekankan proses dibanding produk.
BERMAIN DAN KREATIVITAS
Kreativitas anak usia dini adalah kreativitas alamiah yang dibawa
dari sejak lahir. Kreativitas alami seorang anak usia dini terlihat
dari rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini terlihat dari banyaknya
pertanyaan yang diajukan kepada orang tuanya terhadap sesuatu yang
dilihatnya. Adakalanya pertanyaan itu diulang-ulang dan tidak ada
habis-habisnya. Selain itu anak juga senang mengutak-atik alat
mainannya sehingga tidak awet dan cepat rusak hanya karena rasa ingin
tahu terhadap proses kejadian.
Para ahli menegaskan bahwa
kreativitas mencapai puncaknya di usia antara 4 sampai 4,5 tahun. Anak
usia prasekolah memiliki imajinasi yang amat kaya sedangkan imajinasi
merupakan dasar dari semua jenis kegiatan kreatif. Mereka memiliki
“kreativitas alamiah” yang tampak dari perilaku seperti sering
bertanya, tertarik untuk mencoba segala sesuatu, dan memiliki daya
khayal yang kuat (Kak Seto, 2004:11).
Menurut Abdurrahman (2005:35),
kreativitas anak adalah kemampuan untuk menghasilkan
pemikiran-pemikiran yang asli, tidak biasa, dan sangat fleksibel dalam
merespon dan mengembangkan pemikiran dan aktivitas. Pada anak usia dini
kreativitas akan terlihat jelas ketika anak bermain, di mana ia
menciptakan berbagai bentuk karya, lukisan ataupun khayalan spontanitas
dengan alat mainannya. Adapun ciri-ciri kreativitas alamiah meliputi:
imajinatif, senang menjajaki lingkungan (exploring), banyak
mengajukan pertanyaan, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, suka
melakukan ”eksperimen”, terbuka untuk rangsangan-rangsangan baru,
berminat untuk melakukan macam-macam hal, ingin mendapatkan
pengalaman-pengalaman baru, dan tidak pernah merasa bosan
(Majalah Nakita, 2003: 7 edisi Agustus 2003).
Bermain adalah awal dari
perkembangan kreativitas, karena dalam kegiatan yang menyenangkan itu,
anak dapat mengungkapkan gagasan-gagasan secara bebas dalam hubungan
dengan lingkungannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat dijadikan
dasar dalam mengembangkan kreativitas anak.
Guilford (dalam Hawadi, 2001:3) dengan analisis faktornya menemukan ada
lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif: pertama,
kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak
gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan
mengajukan bermacam-macam pendekatan atau jalan pemecahan masalah.
Ketiga, keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan
gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise.
Keempat, penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk
menguraikan sesuatu secara terperinci. Kelima, perumusan kembali (redefinition)
adalah kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara
dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.
ALASAN PERLUNYA DIKEMBANGKAN
KREATIVITAS PADA ANAK
Dr. Utami Munandar memberikan empat alasan perlunya dikembangkan
kreativitas pada anak yaitu: Pertama, dengan berkreasi anak
dapat mewujudkan dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia. Kedua,
kreativitas atau cara berpikir kreatif, dalam arti kemampuan untuk
menemukan cara-cara baru memecahkan suatu permasalahan. Ketiga, bersibuk
diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan
pada individu. Hal ini terlihat jelas pada anak-anak yang bermain
balok-balok atau permainan konstruktif lainnya. Mereka tanpa bosan
menyusun bentuk-bentuk kombinasi baru dengan alat permainannya sehingga
seringkali lupa terhadap hal-hal lain. Keempat, kreativitaslah
yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf
hidupnya. Dengan kreativitas seseorang terdorong untuk membuat ide-ide,
penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara luas.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KREATIVITAS
Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang
bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat
kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang
mendukung perkembangan kreativitas yaitu, (1) orang tua atau pendidik
dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa
pada dasarnya dia baik dan mampu, (2) orang tua atau guru bersikap
empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan, dan
perilaku anak, (3) orang tua atau pendidik memberi kesempatan kepada
anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya, (4) orang
tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan
yang positif, (5) orang tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana
pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam
membuat karya-karya yang produktif-inovatif.
Kreativitas membutuhkan EQ (kecerdasan emosional). Goleman seorang
pakar EQ mengatakan, IQ menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan
seseorang sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
lainnya. Misalnya kesediaan untuk bekerja keras, disiplin, rasa percaya
diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya faktor penunjang
kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan sejak anak
berusia dini.
Antara kreativitas dan intelegensi terdapat perbedaan. Apabila kita
mengacu kepada teori Guilford tentang Structure of Intelect
(dalam Hawadi, 2001:19) maka intelegensi lebih menyangkut pada cara
berpikir konvergen (memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan
dengan cara berpikir divergen (menyebar). Munandar menjelaskan bahwa
berpikir konvergen adalah pemberian jawaban atau penarikan kesimpulan
yang logis (penalaran) dari informasi yang digunakan dengan
penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat. Adapun
berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah kemampuan
memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan informasi yang diberikan
dengan penekanan pada keragaman, jumlah, dan kesesuaian.
Mengenai hubungan kreativitas dan intelegensi dapat diamati melalui
hasil studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1965) dalam temuan hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya
memiliki taraf intelegensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok
sebayanya. Dalam kaitannya dengan keberbakatan (giftedness),
Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan ukuran
satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak yang
berbakat. Apabila yang digunakan untuk menetukan kriteria keberbakatan
hanya IQ, diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat kreativitas
tinggi akan tersingkir dari penyaringan.
PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN
KREATIVITAS ANAK
Kreativitas merupakan kunci sukses dan keberhasilan dalam
kehidupan. Orang yang tidak kreatif, kehidupannya statis dan sulit
sekali meraih keberhasilan. Dengan keadaan zaman yang sudah mengglobal
dan penuh dengan tantangan serta persaingan seperti sekarang ini
membutuhkan orang-orang yang kreatif. Begitu bermaknanya kreativitas
bagi kehidupan seseorang, maka pendidikan dan pengembangan kreativitas
tidak bisa ditunda-tunda, harus dimulai sejak usia dini. Agar
kreativitas anak dapat berkembang secara optimal, maka orang tua atau
guru dapat melakukan strategi 4P yaitu ; Pribadi, Pendorong, Proses,
dan Produk.
Pribadi, orang tua harus paham, tiap anak memiliki pribadi
berbeda, tiap anak adalah unik. Karena itu kreativitas juga merupakan
sesuatu yang unik. Pendorong, untuk mengembangkan kreativitas
anak, orang tua harus dapat memberikan dorongan kepada anaknya agar
dapat memunculkan motivasi dalam diri anak yaitu motivasi instrinsik
dan ekstrinsik. Proses, jika sarana dan prasana sudah tersedia,
dorongan sudah ada, maka anakpun akan berproses dan berkreasi. Nah,
proses inilah yang penting untuk anak ketika bermain. Ia akan merasa
mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif. Entah dengan melukis,
menyusun balok-balok menjadi sebuah menara dan sebagainya. Hargailah
kreasinya tanpa perlu berlebihan. Sebab, secara intuitif anak akan
tahu, apakah penghargaan itu tulus atau sekadar basa-basi. Produk, setelah
ketiga faktor di atas dipenuhi, maka anakpun akan menghasilkan produk
kreatif. Produk kreatif anak usia dini dapat berupa lukisan, alat
mainan, bentukan tanah liat. Peran orang tua di sini adalah memberikan
penghargaan atas produk-produk yang dihasilkan anak dengan cara memberi
pujian atau memajang hasil karya anak.
Kreativitas anak akan berkembang jika orang tua mempunyai
kebiasaan-kebiasaan kreatif seperti teliti, cermat, disiplin, dan
keteraturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicontoh oleh anak.
Selain itu kreatif dalam berkarya seperti membuat alat permainan
bersama-sama dengan anak, memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di
lingkungan atau bahan bekas kemasan kebutuhan rumah tangga.
Peran orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam
memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, bukan memaksakan kehendak
kepada anak. Karena kreativitas lebih bersifat personal dan privasi,
ketimbang sosial dan massal, maka tumbuh kembangnya membutuhkan
berbagai interaksi. Menumbuhkembangkan pola interaksi yang positif
antara orang tua dengan anak di rumah melalui bermain dengan suasana
yang menyenangkan merupakan sarana yang paling baik untuk merangsang
dan mengembangkan kreativitas anak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, J. 2005. Tahapan Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam
Hawadi, R. 2001. Kreativitas.
Jakarta:Grasindo
Moeslichatoen. 1999. Pengembangan
Kreativitas Anak. Jakarta: Rineka Cipta
Munandar, U. 2004. Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Safaria, T. 2005. Creativity
Quotient. Jogjakarta: Platinum
Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas.
Jakarta:Papas Sinar Sinanti
Supriadi, D. 1997. Kreativitas
Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta
Widayati, C. Sri, dkk. 2002. Reformasi Pendidikan Dasar.
Jakarta: Grasindo
|
Edisi Lainnya
Anak Tidak Bisa Diam Ciri
Anak Berbakat?
Ditulis oleh Dr.
Kristiantini Dewi, SpA
Ibunda Ferdy merasa sudah
saatnya berkonsultasi ke dokter mengenai perilaku buah hatinya yang
akhir-akhir ini mengkhawatirkan.
Sudah
3 bulan Ferdy (5 tahun) bersekolah di TK B, setelah setahun sebelumnya
bersekolah di tempat lain untuk jenjang TK A. Usulan pindah sekolah ini
sebetulnya diminta Ferdy, karena sekolah yang baru ini lebih banyak
mainannya. Begitu alasan bocah kecil ini.
Sebenarnya
kalau boleh jujur, sang Mama setuju-setuju saja, karena guru di TK yang
lama pernah "angkat tangan" menghadapi Ferdy yang tidak bisa
diam. Belum lagi hobinya yang selalu bertanya tiada habisnya.
Senang
tantangan
Di sekolah yang baru, guru mengeluhkan hal yang sama. Malah keluhan
gurunya lebih spektakuler lagi, jika aktivitas belajar seputar hal-hal
yang baru, Ferdy pasti semangat sekali mengerjakannya. Apalagi kalau
kelihatannya hal baru tersebut cukup menantang atau cukup sulit. Ferdy
bisa asyik sendiri sampai lebih dari setengah jam tanpa teralihkan ke
kegiatan lain.
Bocah
enerjik ini sangat pandai menggambar. Walaupun ia cenderung tidak
menuruti aturan menggambar yang baku. Ferdy selalu memiliki alasan
menarik atas semua hasil pekerjaannya yang lain dari teman-temannya
itu.
Ferdy
sering tampil bak pahlawan, menolong teman-temannya yang kesulitan.
Kadang terdengar komentarnya menasihati temannya, bak orang dewasa.
Tapi, kalau kegiatan yang diberikan guru tidak menarik baginya atau
materi tersebut sudah pernah diajarkan, maka ia tampak uring-uringan,
hilir mudik di dalam kelas, tidak mau mengerjakan instruksi guru, atau
malah melamun dan kelihatan jenuh.
Setelah
dilakukan penilaian dan observasi perilaku yang cermat, juga
serangkaian psikotest, tingkat kognisi (IQ) Ferdy sangat jauh di atas
rata-rata, yaitu 147. Level IQ yang lebih dari 130 disebut juga dengan giftedness
atau anak berbakat.
Kapan
Anak disebut Berbakat?
Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan kemampuan luar biasa dalam
bidang intelektual (level IQ>130; Level IQ normal adalah 90-110),
kreatif, atau berprestasi sangat istimewa di bidang akademis tertentu,
biasanya disertai kemampuan memimpin, atau berprestasi luar biasa di
bidang seni.
Sebanyak
3-5 persen dari populasi anak di Amerika Serikat merupakan anak
berbakat. Faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang anak menjadi
anak berbakat yaitu;
- faktor genetik
- kemampuan memahami
simbol-simbol
- adanya kesempatan untuk
mengembangkan bakat
- dukungan orangtua untuk
mengembangkan bakat
- adanya aktivitas yang
mengakomodasi bakatnya
- pengaruh positif teman
sebaya serta lingkungannya terhadap bakat yang dimilikinya.
Biasanya anak berbakat
memiliki kepribadian yang baik, cenderung sensitif dan mudah berempati.
Mereka juga biasanya sangat perfeksionis, sangat akurat, sangat
mengedepankan logika, tekun dan gigih dalam mengerjakan suatu “tugas”
yang menantang.
Mereka
sangat bersemangat mempelajari hal-hal baru, namun mereka tidak begitu
saja menuruti instruksi atau aturan yang diberikan. Mereka aktif
mempertanyakan alasan kenapa peraturan tersebut diberlakukan, atau
kenapa mereka harus mengerjakan sesuatu hal, dan seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan
lain yang sering diajukan adalah seputar hal yang bersifat abstrak,
misalnya mengenai Tuhan, malaikat. Anak berbakat menunjukkan kemampuan
berpikir kompleks dan memiliki kemampuan “judgement” moral yang lebih
“advanced” dibandingkan usianya. Misalnya, Ferdy tidak suka keluarganya
main kartu di rumah, karena menurutnya bermain kartu sama dengan judi,
dan ia tidak suka rumahnya ada kegiatan haram.
Anak
berbakat juga sangat kreatif, dan senang permainan konstruktif atau
menciptakan sesuatu. Ketika bermain lego, mereka bisa menghasilkan
berbagai model yang serupa bentuk aslinya, misalnya robot-robotan,
jerapah, kereta api, mobil, tanpa mencontoh pola.
Nah,
kalau Ferdy tergolong anak berbakat, mengapa orangtua dan gurunya
kewalahan?
- Orangtua dan guru tidak
mengenali bakat anak berbakat. Di mata mereka anak berbakat malah
sering tampak sebagai anak yang tidak penurut, semaunya sendiri,
tidak bisa diam, dan selalu harus terpenuhi keinginannya.
- Sebaiknya orangtua dan
guru mengakomodasi kemampuan anak berbakat tanpa mengganggu
lingkungan sosialnya. Guru memberikan kesempatan untuk mengerjakan
permainan atau tugas yang sama dengan teman-temannya, tapi khusus
untuk anak berbakat berikan instruksi yang lebih banyak dan lebih kompleks,
sesuai dengan kemampuannya.
- Ajak berdialog mengenai
hal-hal yang bervariasi, tidak hanya seputar kegiatan sekolah tapi
juga mengenai kehidupan sehari-hari yang menarik yang dapat
dijelaskan secara logis, misalnya membahas bagaimana fenomena
munculnya pelangi, mengapa turun hujan, atau bisa terjadi guntur,
dan seterusnya.
- Sesekali berikan
kesempatan anak berbakat membawa buku ceritanya ke sekolah dan
menceritakannya di depan teman-teman dan gurunya. Atau perkenankan
mereka menjadi “asisten” Ibu guru jika ada teman yang kesulitan
mengerjakan tugas.
- Pola kegiatan yang
berbeda akan sangat menyenangkan anak berbakat. Mereka tambah
semangat pergi ke sekolah, bahkan sudah “sibuk” menyiapkan
barang-barang yang akan dibawanya ke sekolah, dan stop hilir mudik
atau bersikap bosan di dalam kelas.
Kerjasama yang saling
mendukung antara sekolah dan orangtua sangat mempengaruhi sikap,
kepribadian dan prestasi anak berbakat di kemudian hari.
Referensi:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
Copyright © 2006-2007. BP-PLSP Regional I. All Rights
Apakah Anakku Berbakat? (10 Cara Menemukan Anak yang Berbakat)
4 Votes
Gizi yang baik, lingkungan yang penuh rangsangan
dan orang tua yang demokratis membuka kesempatan bagi lahirnya anak-anak
berbakat. Tapi apakah anak-anak kita memang berbakat? Apa ciri-cirinya?
Bagaimana mengenalinya?
Pertama, apakah Anda sendiri atau
pasangan Anda berbakat? Apakah ada satu atau lebih kakak/adik/ipar Anda yang
berbicara lebih dini dari usianya saat di bawah 3 tahun? Bisa menunjukkan
jalan pulang ke rumah dengan mudah? Memiliki ingatan setajam gambar? Kalau ya,
maka tendensi itu akan turun ke anak-anak Anda juga.
Kedua, kelewat sensitif. Mudah
menangis, mudah terharu, gampang tersinggung, mudah terbangun dari tidur akibat
suara yang biasa saja adalah ciri-ciri awal anak berbakat. Bahkan anak yang
terkena iritasi akibat label baju di tengkuknya, atau sambungan tebal di
kaos kakinya, menunjukkan anak itu berbakat.
Ketiga, skor test IQ di atas
125. Hanya saja membutuhkan tes terpisah untuk menemukan bakat sesungguhnya,
serta test IQ tidak bisa dilakukan untuk anak dengan umur di bawah 9 tahun
karena tidak akan akurat.
Keempat, dalam kehidupan
sehari-hari anak itu memiliki ciri-ciri memberi perhatian, amat jeli, teliti
dalam taraf yang kelewatan, menunjukkan rasa ingin tahu yang besar, ingatan
tajam, fokus untuk waktu lama, mudah belajar dengan sedikit pengulangan saja,
serta bisa memberikan alasan kuat untuk segala tindakan dan ucapannya.
Kelima, dalam penguasaan bahasa,
anak yang berbakat cenderung lebih maju kosakatanya daripada anak sebayanya,
memulai aktivitas membaca pada usia dini, selalu bertanya, “Bagaimana kalau…”
atau “Kenapa bukan…”. Ia juga memperlihatkan kemampuan untuk membaca cepat dan
menjangkau topik yang luas.
Keenam, Secara emosi dan sosial,
ia tertarik pada topik-topik yang tidak lazim, seperti apa itu kematian, ke
mana orang sesudah mati, mengapa orang mati membusuk dan lain sebagainya.
Secara kepekaan, anak seperti ini biasanya sangat sensitif dan secara fisik
mudah diprovokasi untuk melakukan kegiatan luar ruangan.
Ketujuh, anak seperti ini juga
memiliki selera humor yang baik, bahkan sampai ke level bisa mentertawakan diri
sendiri, sama seperti orang dewasa. Ia juga biasanya perfeksionis, maunya semua
tersusun, terpola dan selesai dengan sempurna. Anak semacam ini selalu penuh
energi, tidak mudah lelah dan gampang menyesuaikan diri serta dekat dengan
orang-orang dewasa.
Kedelapan, ia bisa berpikir
abstrak, misalnya relasi kekeluargaannya yang rumit seperti sepupu atau ipar
atau orangtua dari nenek. Pendeknya yang tidak berkaitan langsung dengan
dirinya, itu sudah abstrak. Ia juga bisa memahami kerangka waktu di masa lampau
dan masa depan, misalnya “waktu ayah masih kecil…”.
Kesembilan, ia mampu menggambar,
atau membangun sesuatu dengan kompleks dan pola yang tidak biasa, misalnya
dengan medium balok, crayon, cat air, gambar, pasir, tanah liat dan sebagainya.
Terakhir Kesepuluh, ada beda
yang jelas antara anak berbakat dan anak cerdas. Anak berbakat cenderung
pembosan, gemar main, tidak suka belajar karena sudah tahu jawabannya dan
bahkan kelewat kritis sehingga mempertanyakan jawaban yang sudah ada. Anak
cerdas suka belajar, mendengarkan dengan baik, bisa menjawab pertanyaan dengan
baik, memberi perhatian dan menyukai berada di kisaran usia yang sama. Anak
berbakat cenderung memberontak, agak malas, maunya menang sendiri, suka
mempertanyakan kemapanan, tidak suka belajar, unggul dalam test multiple
choice karena ia cenderung menebak, tapi ia juga kritis terhadap dirinya
sendiri.
Perlu diingat bahwa anak berbakat atau anak
cerdas tak musti berhubungan erat dengan kesuksesan dalam hidup. Kalau salah
didik, ya ia bisa menjadi kriminal yang cerdas dan berbakat. Di
sekolah-sekolah, anak berbakat cenderung diabaikan atau tidak teridentifikasi
sebab biasanya mereka pembuat rusuh, lari ke sana ke mari, cenderung malas dan
dengan standar sekolah umumnya digolongkan sebagai anak yang tidak mampu
sekolah. Tidak jarang mereka dikata-katai guru sebagai anak nakal, calon
penjahat, gak bakal lulus, tidak naik kelas dan lain sebagainya.
Hal-hal itu secara sosial justru makin menjauhkan
mereka dari sekolah. Selain itu, anak-anak dari kelas sosial yang lebih miskin
dan anak-anak dari kelompok minoritas secara ras, suku dan agama biasanya juga
tidak lolos dalam penyaringan anak berbakat yang dilakukan di sekolah-sekolah.
Itu karena sekolah secara umum mencari anak yang duduk manis, duduk di bangku
paling depan dan tidak membantah ibu gurunya.
Like this:
Be the first to like this.
Mengenal Keberbakatan
OPINI | 29
December 2010 | 07:06 Dibaca: 445 Komentar: 0 Nihil
Keberbakatan merupakan suatu potensi
bawaan yang setiap orang mempunyai bentuk yang berbeda satu dengan lainnya.
Umumnya mempunyai potensi kuat diberbagai bidang. Anak mempunyai dorongan
dari dalam dirinya untuk selalu mencari tahu. Prestasi belajarnya tidak selalu
optimal, bahkan sering kali bermasalah, hal ini disebabkan adanya kesulitan
yang terselubung.
Cara belajar anak berbakat (cerdas
istimewa) adalah melalui proses penglihatan proses berpikirnya berupa gambar. Pada
anak berbakat didapatkan perkembangan yang tidak sinkron. Jadi tidak hanya
IQ dan kemampuan, tapi juga emosi dan hipersensitifitas. Perkembangan yang
tidak sinkron dimaksud adalah perkembangan intelektual, fisik danemosi
tidak berjalan dengan kecepatan yang sama. Kemampuan intelektual
selalu berkembang lebih cepat. Dengan adanya perkembangan yang tidak
sinkron ini diperlukan modifikasi dalam hal pengasuhan baik oleh orangtua
maupun guru agar anak dapat berkembang optimal.
Keberbakatan sangatlah kompleks,
bukan hanya ditentukan oleh Nilai IQ saja, tetapi merupakan faktor multidimensi
dan dinamis.
Terdapat 3 kelompok anak berbakat:
a) Berbakat global: yaitu
anak berbakat pada semua atau hampir semua area; biasanya matematika dan
verbal.
b) Berbakat matematika: anak
dengan kemampuan matematika yang tinggi. Anak ini akan baik dibidang
spasial, sebab2 nonverbal, daya ingat.
c) Berbakat verbal: anak
dengan kemampuan bahasa yang kuat. Anak ini mampu berbahasa yang lebih
bila dibandingkan dengan anak seusianya. Penampilan verbalnya lebih baik.
Anak berbakat dapat pula mengalami
gangguan belajar. Kelompok ini dibagi atas 3 subgroups yaitu:
1) Anak telah teridentifikasi
sebagai berbakat tapi kesulitan disekolah. Anak ini pencapaiannya dibawah
kemampuannya, kadang adanya kesulitan belajar tidak terdiagnosa, sampai sekolah
memberikan tambahan stimulus, sehingga kesulitan dibidang akademik terlihat dia
berada dibawah kemampuan seusianya.
2) Anak dengan kesulitan belajar
yang berat, sehingga adanya kemampuan bakat tidak pernah dikenali.
Baum 1985 menemukan 33% anak dengan kesulitan belajar mempunyai kemampuan
intelektual yang superior. Anak-anak ini tidak pernah mendapatkan program
untuk anak berbakat.
3) Anak dengan kemampuan dan
kesulitan belajar yang saling menutupi secara tumpang tindih. Anak
ini berada dikelas regular, dan kemampuannya pada tingkat rata-rata (Brody
1997).
Anak berbakat, walaupun dengan atau
tanpa berada dikelas akselerasi, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang.
Mereka termotivasi secara internal. Dengan adanya minat
/ketertarikan dan kesempatan, anak akan termotivasi. Jadi bila anak
tertarik akan sesuatu dan terdapat kesempatan atau tantangan yang sesuai, maka
dia akan dapat berprestasi (Brody 1997).
Anak berbakat (Bainbridge
)sudah dapat terlihat sejak masak kanak, dimana anak menunjukan ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Pada usia dini tidak nyaman
menghadapi hal yang sama (rutin) dengan waktu yang lama;
b) Sangat siaga (alert);
c) Tidurnya sedikit;
d) Tahapan tumbuh kembang untuk
berjalan dan mengucapkan satu kata lebih cepat disbanding anak seusia;
e) Dapat ditemukan keterlambatan
bicara, tapi kemudian bicara dengan kalimat penuh;
f) Mempunyai keinginan kuat untuk
eksplorasi, investigasi, lingkungan;
g) Sangat aktif dan bertujuan;
h) Dapat membedakan antara fantasi
dan realitas.
Jadi dengan adanya karakteristik otak
yang special, anak cerdas istimewa menyenangi sensasi yang jelas, ingatan yang
tidak biasa (extraordinary), senang mempelajari ilmu pengetahuan, mengadakan
asosiasi yang beragam, kemampuan analitiknya lebih besar..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar